Gambar Ilustrasi. (Foto: Google)
Nabi Musa A.S. adalah seorang bayi yang dilahirkan dikalangan Bani
Israil yang pada ketika itu dikuasai oleh Raja Firaun yang bersikap
kejam dan zalim. Nabi Musa bin Imron bin Qahat bin Lawi bin Yaqub adalah
beribukan Yukabad.Setelah meningkat dewasa Nabi Musa telah beristerikan
dengan puteri Nabi Syuaib yaitu Shafura.
Kelahiran Musa Dan Pengasuhnya
Raja Firaun yang memerintah Mesir sekitar kelahirannya
Nabi Musa, adalah seorang raja yang zalim, kejam dan tidak
berperikemanusiaan. Ia memerintah negaranya dengan kekerasan, penindasan
dan melakukan sesuatu dengan sewenang-wenangnya.
Rakyatnya hidup dalam ketakutan dan rasa tidak aman
tentang jiwa dan harta benda mereka, terutama Bani Israil yang menjadi
hamba kekejaman, kezaliman dan bertindak sewenang-wenangnya dari raja
dan orang-orangnya.
Mereka merasa tidak tenteram dan selalu dalam keadaan gelisah, walau
pun berada dalam rumah mereka sendiri. Mereka tidak berani mengangkat
kepala bila berhadapan dengan seorang hamba raja dan berdebar hati
mereka karena ketakutan bila kedengaran suara pegawai-pegawai kerajaan
lalu di sekitar rumah mereka, apalagi bunyi kasut mrk sudah terdengar di
depan pintu.
Raja Firaun yang sedang mabuk kuasa yang tidak terbatas itu,
bergelimpangan dalam kenikmatan dan kesenangan duniawi yang tiada
taranya, bahkan mengumumkan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah
oleh rakyatnya. Pada suatu hari beliau telah terkejut oleh ramalan oleh
seorang ahli nujum kerajaan yang dengan tiba-tiba dtg menghadap raja dan
memberitahu bahwa menurut firasatnya falaknya, seorang bayi lelaki akan
dilahirkan dari kalangan Bani Israil yang kelak akan menjadi musuh
kerajaan dan bahkan akan membinasakannya.
Raja Firaun segera mengeluarkan perintah agar semua bayi lelaki yang
dilahirkan di dalam lingkungan kerajaan Mesir dibunuh dan agar diadakan
pengusutan yang teliti sehingga tiada seorang pun dari bayi lelaki,
tanpa terkecuali, terhindar dari tindakan itu. Maka dilaksanakanlah
perintah raja oleh para pengawal dan tenteranya. Setiap rumah dimasuki
dan diselidiki dan setiap perempuan hamil menjadi perhatian mereka pada
saat melahirkan bayinya.
Raja Firaun menjadi tenang kembali dan merasa aman tentang kekebalan
kerajaannya setelah mendengar para anggota kerajaannya, bahwa wilayah
kerajaannya telah menjadi bersih dan tidak seorang pun dari bayi
laki-laki yang masih hidup. Ia tidak mengetahui bahwa kehendak Allah
tidak dpt dibendung dan bahwa takdirnya bila sudah difirman "Kun" pasti
akan wujud dan menjadi kenyataan "Fayakun". Tidak sesuatu kekuasaan
bagaimana pun besarnya dan kekuatan bagaimana hebatnya dapat menghalangi
atau mengagalkannya.
Raja Firaun sesekali tidak terlintas dalam fikirannya yang kejam dan
zalim itu bahwa kerajaannya yang megah, menurut apa yang telah tersirat
dalam Lauhul Mahfudz, akan ditumbangkan oleh seorang bayi yang justeru
diasuh dan dibesarkan di dalam istananya sendiri akan diwarisi kelak
oleh umat Bani Israil yang dimusuhi, dihina, ditindas dan disekat
kebebasannya. Bayi asuhnya itu ialah laksana bunga mawar yang tumbuh di
antara duri-duri yang tajam atau laksana fajar yang timbul menyingsing
dari tengah kegelapan yang mencekam.
Yukabad, isteri Imron bin Qahat bin Lawi bin Yaqub sedang duduk
seorang diri di salah satu sudut rumahnya menanti dtgnya seorang bidan
yang akan memberi pertolongan kepadanya melahirkan bayi dari dalam
kandungannya itu.
Bidan dtg dan lahirlah bayi yang telah
dikandungnya selama sembilan bulan dalam keadaan selamat, segar dan
sihat afiat. Dengan lahirnya bayi itu, maka hilanglah rasa sakit yang
luar biasa dirasai oleh setiap perempuan yang melahirkan namun setelah
diketahui oleh Yukabad bahwa bayinya adalah lelaki maka ia merasa takut
kembali. Ia merasa sedih dan khuatir bahwa bayinya yang sgt disayangi
itu akan dibunuh oleh orang-orang Firaun. Ia mengharapkan agar bidan itu
merahsiakan kelahiran bayi itu dari sesiapa pun. Bidan yang merasa
simpati terhadap bayi yang lucu dan bagus itu serta merasa betapa sedih
hati seorang ibu yang akan kehilangan bayi yang baru dilahirkan memberi
kesanggupan dan berjanji akan merahsiakan kelahiran bayi itu.
Setelah bayi mencapai tiga bulan, Yukabad tidak merasa tenang dan
selalu berada dalam keadaan cemas dan khuatir terhadap keselamatan
bayinya. Allah memberi ilham kepadanya agar menyembunyikan bayinya di
dalam sebuah peti yang tertutup rapat, kemudian membiarkan peti yang
berisi bayinya itu terapung di atas sungai Nil. Yukabad tidak boleh
bersedih dan cemas ke atas keselamatan bayinya karena Allah menjamin
akan mengembalikan bayi itu kepadanya bahkan akan mengutuskannya sebagai
salah seorang rasul.
Dengan bertawakkal kepada Allah dan kepercayaan penuh terhadap
jaminan Illahi, mak dilepaskannya peti bayi oleh Yukabad, setelah
ditutup rapat dan dicat dengan warna hitam, terapung dipermukaan air
sungai Nil. Kakak Musa diperintahkan oleh ibunya untuk mengawasi dan
mengikuti peti rahsia itu agar diketahui di mana ia berlabuh dan
ditangan siapa akan jatuh peti yang mengandungi erti yang sgt besar bagi
perjalanan sejarah umat manusia.
Alangkah cemasnya hati kakak Musa,
ketika melihat dari jauh bahwa peti yang diawasi itu, dijumpai oleh
puteri raja yang kebetulan berada di tepi sungai Nil bersantai bersama
beberapa dayangnya dan dibawanya masuk ke dalam istana dan diserahkan
kepada ibunya, isteri Firaun. Yukabad yang segera diberitahu oleh anak
perempuannya tentang nasib peti itu, menjadi kosonglah hatinya karena
sedih dan cepat serta hampir saja membuka rahsia peti itu, andai kata
Allah tidak meneguhkan hatinya dan menguatkan hanya kepada jaminan Allah
yang telah dinerikan kepadanya.
Raja Firaun ketika diberitahu oleh Aisah, isterinya, tentang bayi
laki-laki yang ditemui di dalam peti yang terapung di atas permukaan
sungai Nil, segera memerintahkan membunuh bayi itu seraya berkata kepada
isterinya: "Aku khawatir bahwa inilah bayi yang diramalkan, yang akan
menjadi musuh dan penyebab kesedihan kami dan akan membinasakan kerajaan
kami y besar ini." Akan tetapi isteri Firaun yang sudah terlanjur
menaruh simpati dan sayang terhadap bayi yang lucu dan manis itu,
berkata kepada suaminya: "Janganlah bayi yang tidak berdosa ini dibunuh.
Aku sayang kepadanya dan lebih baik kami ambil dia sebagai anak,
kalau-kalau kelak ia akan berguna dan bermanfaat bagi kami. Hatiku sgt
tertarik kepadanya dan ia akan menjadi kesayanganku dan kesayangmu".
Demikianlah jika Allah Yang Maha Kuasa menghendaki sesuatu maka
dilincinkanlah jalan bagi terlaksananya takdir itu. Dan selamatlah nyawa
putera Yukabad yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi
rasul-Nya, menyampaikan amanat wahyu-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang
sudah sesat.
Nama Musa yang telah diberikan kepada bayi itu oleh keluarga Firaun,
berarti air dan pohon {Mu=air , Sa=pohon} sesuai dengan tempat
ditemukannya peti bayi itu. Didatangkanlah kemudian ke istana beberapa
inang untuk menjadi ibu susuan Musa. Akan tetapi setiap inang yang
mencoba dan memberi air susunya ditolak oleh bayi yang enggan menyedut
dari setiap tetk yang diletakkan ke bibirnya. Dalam keadaan isteri
Firaun lagi bingung memikirkan bayi pungutnya yang enggan menetek dari
sekian banyak inang yang didatangkan ke istana, datanglah kakak Musa
menawarkan seorang inang lain yang mungkin diterima oleh bayi itu.
Atas pertanyaan keluarga Firaun, kalau-kalau ia mengenal keluarga
bayi itu, berkatalah kakak Musa: "Aku tidak mengenal siapakah keluarga
dan ibu bayi ini. Hanya aku ingin menunjukkan satu keluarga yang baik
dan selalu rajin mengasuh anak, kalau-kalau bayi itu dpt menerima air
susu ibu keluarga itu".
Anjuran kakak Musa diterima oleh isteri
Firaun dan seketika itu jugalah dijemput ibu kandung Musa sebagai inang
bayaran. Maka begitu bibir sang bayi menyentuh tetek ibunya, disedutlah
air susu ibu kandungnya itu dengan sgt lahapnya. Kemudian diserahkan
Musa kepada Yukabad ibunya, untuk diasuh selama masa menetek dengan
imbalan upah yang besar. Maka dengan demikian terlaksanalah janji Allah
kepada Yukabad bahwa ia akan menerima kembali puteranya itu.
Setelah selesai masa meneteknya, dikembalikan Musa oleh ibunya ke
istana, di mana ia di asuh, dibesar dan dididik sebagaimana anak-anak
raja yang lain. Ia mengenderai kenderaan Firaun dan berpakaian sesuai
dengan cara-cara Firaun berpakaian sehingga ia dikenal orang sebagai
Musa bin Firaun.
Musa keluar dari Mesir
Sejak ia dikembali ke istana oleh ibunya setelah
disusui, Musa hidup sebagai slah seorang drp keluarga kerajaan hingga
mencapai usia dewasanya, dimana ia memperolehi asuhan dan pendidikan
sesuai dengan tradisi istana. Allah mengurniakannya hikmah dan
pengetahuan sebagai persiapan tugas kenabian dan risalah yang diwahyukan
kepadanya. Di samping kesempurnaan dan kekuatan rohani, ia dikurniai
oleh Allah kesempurnaan tubuh dan kekuatan jasmani.
Musa mengetahui
dan sedar bahwa ia hanya seorang anak pungut di istana dan tidak setitik
darah Firaun pun mengalir di dalam tubuhnya dan bahwa ia adalah
keturunan Bani Israil tg ditindas dan diperlakukan sewenang-wenangnya
oleh kaum Firaun. Karenanya ia berjanji kepada dirinya akan menjadi
pembela kepada kamunya yang tertindas dan menjadi pelindung bagi
golongan yang lemah yang menjadi sasaran kezaliman dan keganasan para
penguasa. Demikianlah maka terdorong oleh rasa setia kawannya kepada
orang-orang yang madhlum dan teraniaya, terjadilah suatu peristiwa yang
menyebabkan ia terpaksa meninggalkan istana dan keluar dari Mesir.
Peristiwa itu terjadi ketika Musa sedang berjalan-jalan di sebuah
lorong di waktu tengahari di mana keadaan kota sunyi sepi ketika
penduduknya sedang tidur siang, Ia melihat kedua berkelahi seorang dari
golongan Bani Israil bernama Samiri dan seorang lagi dari kaum Firaun
bernama Fatun. Musa yang mendengar teriakan Samiri mengharapkan akan
pertolongannya terhadap musuhnya yang lebih kuat dan lenih besar itu,
segera melontarkan pukulan dan tumbukannya kepada Fatun yang seketika
itu jatuh rebah an menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Musa terkejut melihat Fatun, orang Firaun itu mati karena tumbukannya
yang tidak disengajakan dn tidak akan mengharapkan membunuhnya. Ia
merasa berdoa dan beristighfar kepada Allah memohon ampun diatas
perbuatannya yang tidak sengaja, telah melayang nyawa salah seorang drp
hamba-hamba-Nya.
Peristiwa matinya Fatun menjadi perbualan ramai dan
menarik para penguasa kerajaan yang menduga bahwa pasti orang-orang
Israillah yang melakukan perbunuhan itu. Mereka menuntut agar pelakunya
diberi hukuman yang berat , bila ia tertangkap.
Anggota dan pasukan keamanan negara di hantarkan ke seluruh pelusuk
kota mencari jejak orang yang telah membunuh Fatun, yang sebenarnya
hanya diketahui oleh Samiri dan Musa shj. akan tetapi, walaupun tidak
orang ketiga yang menyaksikan peristiwa itu, Musa merasa cemas dan takut
dan berada dalam keadaan bersedia menghadapi akibat perbuatannya itu
bila sampai tercium oleh pihak penguasa.
Alangkah malangnya nasib Musa yang sudah cukup berhati-hati
menghindari kemungkinan terbongkarnya rahsia pembunuhan yang ia lakukan
tatkala ia terjebat lagi tanpa disengajakan dalam suatu perbuatan yang
menyebabkan namanya disebut-sebut sebagai pembunuh yang dicari. Musa
bertemu lagi dengan Samiri yang telah ditolongnya melawan Fatun, juga
dalam keadaan berkelahi untuk kali keduanya dengan salah seorang dari
kaum Firaun. Melihat Musa berteriaklah Samiri meminta pertolongannya.
Musa menghampiri mereka yang sedang berkelahi seraya berkata menegur
Samiri: " Sesungguhnya engkau adalah seorang yang telah sesat."
Samiri menyangkal bahwa Musa akan membunuhnya ketika ia mendekatinya,
lalu berteriaklah Samiri berkata: "Apakah engkau hendak membunuhku
sebagaimana engkau telah membunuh seorang kelmarin? Rupanya engkau
hendak menjadi seorang yang sewenang-wenang di negeri ini dan bukan
orang yang mengadilkan kedamaian".
Kata-kata Samiri itu segera tertangkap orang-orang Firaun, yang
dengan cepat memberitahukannya kepada para penguasa yang memang sedang
mencari jejaknya. Maka berundinglah para pembesar dan penguasa Mesir,
yang akhirnya memutuskan untuk menangkap Musa dan membunuhnya sebagai
balasan terhadap matinya seorang dari kalangan kaum Firaun.
Selagi
orang-orang Firaun mengatur rancangan penangkapan Musa, seorang lelaki
slah satu daripada sahabatnya datang dari hujung kota memberitahukan
kepadanya dan menasihatkan agar segera meninggalkan Mesir, karena para
penguasa Mesir telah memutuskan untuk membunuhnya apabila ia ditangkap.
lalu keluarlah Musa terburu-buru meninggalkan Mesir, ssebelum anggota
polis sempat menutup serta menyekat pintu-pintu gerbangnya.
Musa bertemu Jodoh di kota Madyan
Dengan berdoa kepada Allah: "Ya Tuhanku selamatkanlah
aku dari segala tipu daya orang-orang yang zalim" keluarlah Nabi Musa
dari kota Mesir seorang diri, tiada pembantu selain inayahnya Allah
tiada kawan selain cahaya Allah dan tiada bekal kecuali bekal iman dan
takwa kepada Allah. Penghibur satu-satunya bagi hatinya yang sedih
karena meninggalkan tanahi airnya ialah bahwa ia telah diselamatkan oleh
Allah dari buruan kaum firaun yang ganas dan kejam itu.
Setelah menjalani perjalanan selama lapan hari lapan malam dengan
berkaki ayam {tidak berkasut} sampai terkupas kedua kulit tapak kakinya,
tibalah Musa di kota Madyan yaitu kota Nabi Syuaib yang terletak di
timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestin.